Biarlah bayangmu menghilang,
Menimbun rindu hingga tak terbilang.
Entah apa yang harus ku perbuat, Sayang...
Tak
pernah behenti memikirkanmu, dalam kerjap berat mataku. Sedikit kata
cinta yang ku desahkan di doa-doa yang kupanjatkan sekarang. Riuh rendah
semua orang berlari di sekitarku seolah-olah mereka sedang dikejar
sesuatu. Samar-samar ku melihat wajah-wajah mereka, tapi tak ada yang ku
kenal. Ah! Kepalaku sakit, Sayang...
Rasanya berat
sekali menolehkan kepalaku. Basah. Semua berputar-putar menghilangkan
pandangan. Tapi kerinduan ini masih membengkak, baru sampai tenggorokan
kata maaf ini merangkak. Namun badan ini lemah. Pikiranku masih lelah.
Tapi dimana kamu, Sayang?
Sesaat orang-orang berpakaian
putih itu berwajah cemas. Mereka turun dari kendaraan yang bersirine
sangat keras. Mereka berlari. Sesekali mereka menoleh kearahku. Siapakah
mereka, Sayang?
Dari sela cairan merah yang
jatuh melumuri sedikit keningku, menutupi pandanganku, aku melihat
sebuah tulisan besar, UGD. Aku rindu kamu, Sayang...
Tuhan,
masih ada satu janji yang ku letakkan. Janji di saku jaketku. Sebuah
cincin emas bermata berlian. Untuk gadis brilian, yang sedang menungguku
disebuah rumah dengan halaman teduh.
Tuhan... Sampaikan cintaku
padanya. Terutama maafku, yang selalu meninggalkan realisasi janji di
setiap janji yang ku buat. Seandainya aku masih diberi waktu, aku akan
bersujud mencium keningnya yang penuh kesabaran kepadaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar