Kriiing... Kriiing... Kriiiing... Bunyi ponsel Santy terus berdering. Wajah Santy berubah menjadi kecewa dan agak kesal. Kemudian ia segera menolak panggilan masuk itu.
Biiipbipbiiip
Dari:BIMOSayang, kamu lagi sibuk banget ya? Semangat ya, Sayang. Kamu pasti seneng banget karena kamu bakal ngeliput penulis yang sekaligus idola kamu. Jaga kondisinya jangan sampe sakit. Kalo kerjaannya udah selesai,hubungi aku ya. Aku kangen kamu :)
Santy kemudian menutup ponsel flipnya. Wajahnya masih kesal. Kemudian ia segera mematikan ponselnya dan memasukkan kedalam saku celananya.
"Kenapa gak diangkat, San? Dari cowok lo ya?" Tanya Okto kepada Santy. Santy hanya diam masih berwajah kesal dan tidak menjawab pertanyaan dari Okto."Kenapa gak diangkat, San? Kasian kan dari tadi telpon terus." Kata Okto sambil mengelap kameranya."Gapapa. Udah gak cocok aja. Sering berantem. Tadi aja sms buat cari masalah." Kata Santy sambil memperhatikan Okto yang sedang membersihkan kamera. Lalu Okto mendadak diam dan kemudian menengok kepada Santy yang duduk disebelahnya."Lho? Ada masalah apa? Eh, maaf. Bukan maksud gue buat ikut campur sih. Kali aja lo mau cerita sama gue siapa tau aja gue bisa bantu." Kata Okto menatap Santy. Santy kemudian memalingkan wajahnya ke arah depan. Menghindari pandangan Okto. Kemudian dia menoleh lagi kearah Okto dengan senyum lebar."Eh, gue lupa. Gue tadi bikin sandwich lho! Isi ikan tuna pedes. Buat kita. Kali aja lo suka" Kata Santy Riang."Wew! Itu mah gue suka banget, San! Favorit gue banget tuh! Kebetulan banget ya? Yah... Namanya rejeki mah emang gak kemana ya. Kebetulan gue laper, kebetulan juga lo bawain makanan kesukaan gue." Kata Okto ikut menyambut keceriaan Santy."Seneng deh kalo lo juga seneng." Kata Santy tersenyum lebar kemudian mengeluarkan sebungkus sandwich dari tasnya."Lho kok cuma satu? Lo mana?" Tanya Okto agak kaget."Oh ada kok. Tapi belom laper. Lo aja duluan" Kata Santy tersenyum manis sambil menyerahkan sebungkus roti lapis itu."Ah serius nih gapapa? Masa gue makan sendiri?" Kata Okto belum menyentuh roti lapis itu."Iya, serius. Di tas gue masih ada kok." Jawab Santy sambil menoleh kedalam tasnya."Okelah! Makasih, Santy. Baik banget sih loo!" Kata Okto sambil mencubit pipi Santy."Hahahaaa siplah, To." Jawab Santy disertai dengan senyum lebarnya. Wajahnya tidak dapat menyembunyikan kesenangan dan aura 'jatuh hati'nya kepada Okto.
Riuh rendah suara-suara wartawan perlahan terdengar, rupanya sang narasumber yang ditunggu telah datang. Langkahnya begitu anggun. Gaun berwarna ungunya begitu cocok dengan dengan kulitnya yang kuning langsat dan sepatu hak tingginya yang berwarna magenta. Rambutnya yang diikat ekor kuda bergoyang-goyang saat kepalanya menoleh dan melempar senyum kepada para wartawan. Senyumnya manis, dipermanis dengan riasan yang tidak terlalu mencolok dan anting-anting panjang sedagu yang dia gunakan. Sungguh kemewahan yang dibungkus dengan kesederhanaan dan dipadu padankan dengan keanggunan yang sesuai, tidak berlebihan, dan berselera tinggi. Gadis anggun itu kemudian berjalan menuju tempat duduknya untuk melakukan konferensi pers sekaliguslaunching bukunya di negara kelahirannya ini. Gadis anggun itu sungguh menarik untuk dipandang. Sejuk dan menyenangkan. Dia sempat melempar senyum sebelum dia benar-benar duduk di bangkunya. Jepretan kamera tak henti-hentinya berkilatan bersamaan dan bergantian menghujani gadis manis itu.
"Selamat siang, teman-teman." Sekali lagi, gadis itu melempar senyuman kearah wartawan"Siiiaaaang, mbaaak..." Seluruh orang diruangan itu serempak menjawab sapaannnya. Bahkan ada beberapa wartawan pria setengah berteriak menjawab sapaannnya dengan begitu bersemangat. Gadis manis itu pun melemparkan tawa kecilnya yang membuat orang yang memandangnya semakin bergetar.
Wawancarapun dimulai. Satu persatu pertanyaan wartawan diajukan. Beberapa kali Santy mengangkat tangannya dengan semangat namun dia belum juga mendapat giliran bertanya. Hingga sesi pertanyaan terakhirpun tiba, dengan sedikit kecewa namun harapannya untuk ditunjuk sebagai penanya terakhir masih besar. Tuhan mengabulkan permintaan Santy untuk bertanya langsung kepada idolanya itu. Tangannya gemetar. Dahinya kemudian berpeluh. Tak satupun kata-kata keluar dari mulutnya.
"Tenang, Mbak. Saya gak gigit kok. Dibawa santai aja kayak kita udah lama kenal ya..." Kata gadis manis itu dengan ramah dan tawa renyahnya menenangkan Santy. Santy kemudian tersenyum dan menarik nafas panjang."Hm.. Begini, mbak. Nama saya Santy. Saya dari stasiun tivi XYZ. Saya minta maaf, mbak. Sejujurnya saya begini karena saya sungguh mengidolakan mbak. saya suka sekali dengan cerita yang mbak buat. Hm... Pertanyaan saya sih simple, mbak. Saya cuma mau tahu bagaimana mbak bisa membuat cerita sedemikian bagus kemudian di filmkan dan menjadi sangat laris di Jepang dan Internasional. Sebelumnya, terimakasih ya, mbak. Saya senang sekali bertemu langsung dengan Mbak." Kata Santy kemudian duduk ditempatnya dan masih berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.
Gadis itu pun tertawa kecil dan memberikan seyuman teramahnya kepada Santy. Okto tak hentinya berdecak kagum memandangi gadis itu dari kamera. Hal itu membuat Santy agak cemburu. Tapi apa boleh buat, gadis penulis itu adalah idolanya. Wajar saja semua orang terkagum-kagum.
"Ah, Mbak Santy ini bisa saja. Sebelumnya saya berterimakasih kepada Mbak Santy. Saya sungguh tersanjung. Tapi sungguh, cerita saya belum sempurna dan masih banyak kekurangan dimana-mana. Tapi sungguh terimakasih jika karya saya disukai. Baiklah. Kita mulai saja ceritanya. Hm... Dari mana ya? Singkatnya begini saja ya, dulu saya punya pacar. Dia baik. Baiiik sekali. Menurut saya dan setiap orang, kami pasangan yang cocok. Dia orang yang sabar menghadapi saya yang begitu gampang berubah emosinya. Ya saya juga sabar sih menghadapi dia yang cuek hahahaaa" Lalu suasana riuh oleh tawa."Dia orang yang pintar, cerdas, dan baik hati kepada semua orang. Saya bukan apa-apa dibanding dia. Begitu sempurna. Sampai suatu ketika, saya sudah mulai sulit menghubunginya. Saya hanya ingin dia menemani saya kekampus. Kebetulan juga keadaan keluarga saya juga sedang tidak 'adem'. Saya ingin menceritakan pada pacar saya dan berharap beban saya berkurang setelah bercerita padanya. Tapi dia bilang, dia mau mengantar ibunya ke tempat arisan. Yasudahlah ya, tentu saya tidak bisa berbuat apa-apa kan? Meskipun saya rindu setengah mati sama dia. Tapi kalau sudah menyangkut keluarga, saya tidak boleh mengganggu. Begitu etika yang saya pegang. Daripada saya mati gaya di rumah, saya mengajak teman saya untuk pergi jalan-jalan ke mall hanya untuk makan atau hanya untuk bercerita saja. Kami janjian untuk bertemu disuatu tempat di mall tersebut. Saya datang agak telat. Saya berjalan dibelakang seseorang yang baunya begitu khas dan saya kenal. Seorang laki-laki yang bergandengan tangan dengan seorang wanita berambut panjang. Saya terus mengikutinya. Sampai dia kemudian mendadak berhenti dan melepas tangan gadis itu 'Ifah??? Lagi ngapain disini?' kata pria itu. Sepertinya langkahnya terhenti karena berpapasan dengan seseorang dihadapannya. Lalu orang yang ada dihadapannya tersebut tidak menjawab. Gadis yang digandeng itu segera pergi dari mereka. Pergi entah kemana. Tiba-tiba orang yang diajak bicara pria itu mengintip kebelakang pria itu dan menyapa saya 'Tika?' Lalu dengan sangat terkejut, pria itu juga menoleh kebelakang. 'Cantika??? Sejak kapan kamu disitu?' kata pria itu. Lalu saya menjawab, 'Oh, Bimo. Sejak tadi gue dibelakang lo.' Ternyata pria itu adalah pacar saya. Kemudian saya tersenyum seolah tak terjadi apa-apa dan seolah saya tidak ada hubungan apa-apa dengannya. 'Duluan ya, Mo. Gue ada janji sama Ifah.' Lalu saya pergi. Sambil tersenyum didepan mantan pacar saya itu, saya pergi. Lalu saya menuju tempat yang jauh dari keramaian. Saya menangis sejadi-jadinya didepan teman saya itu. Disaat saya sungguh membutuhkan dia, dia malah melakukan hal ini. Sakit sekali rasanya. Saya pulang kerumah. Dirumah, saya mendapati mama saya menangis dan melihat selembar kertas yang saya baca ternyata surat perceraian kedua orang tua saya. Sungguh hari yang berat. Kemudian mantan pacar saya itu mencoba menghubungi saya. Hanya dengan SMS lho! Cuma SMS lho! Dia kemudian cuma bilang maaf sudah menyakiti saya. Tidak ada penjelasan lagi. Pikiran saya kacau. Hampir saya berfikir jalan pintas untuk mengakhirinya, namun saya teringat kepada Mama. Saya memutuskan untuk pindah ke Jepang. Tempat paman saya bersama Mama. Disana kami benar-benar berjuang untuk hidup. Karena ketika sampai disana, Bibiku tidak mengijinkan kami tinggal bersama. Saya dan Mama mencoba menyambung hidup dinegeri orang. Namun kami saling menguatkan. Sampai suatu ketika, saya benar-benar menguatkan niat saya untuk menjual naskah saya kepada rumah produksi disana. Tak ada satupun yang menerima. Saya sangat menyukai menulis dan membaca. Dari di Indonesia saya sudah menyusun naskah tersebut dan menyelesaikannya di Jepang. Kemudian, disebuah rumah produksi kecil yang baru berdiri, naskah saya diterima dan di filmkan. Dan ternyata film saya begitu diminati disana. Lalu di recycle oleh sebuah rumah produksi, dijadikan serial drama dan dijadikan film bioskop seperti yang telah anda lihat. Tentu saja saya sangat berterimakasih kepada Tuhan yang telah memberikan saya kebertuntungan dan memberikan Mama yang kuat juga kepada saya. Tak lupa saya berterimakasih pada mantan pacar saya dan selingkuhannya, eh, pacarnya yang sekarang. Karena kalau dia tidak menyakiti saya sedemikian rupa, saya tidak bakal berani untuk ke Jepang. Dan saya tidak akan ada disini. Biarlah. Orang baik hanya untuk orangyang baik juga kan? Ah, sudahlah! Itukan cerita empat tahun yang lalu. Bagaimana, Mbak Santy? Sudah cukup cerita saya?" Kata gadis itu sambil melempar senyum pada Santy. Santy terperangah. Mulutnya tak bergerak. Kemudian bersuara lirih."Si... Siapa nama Mbak yang sebenarnya?" Tanya Santy agak ragu-ragu."Hahahaaa baiklah. Nama Jepang saya dan tertulis di Film atau buku saya adalah Kirei Koshiya bukan? Nah, kirei itu artinya cantik. Nama Asli saya Cantika Komala Syahidah. Ya kalo diplesetin jadi Kirei Koshiya heheheee.""La... Lalu, siapa nama pacar mbak?" Tanya Santy."Bimo." Kata Gadis itu."Empat tahun yang lalu?" Tanya Santy gugup."Ya, empat tahun yang lalu. Di sebuah mall di kota Semarang. Kenapa, Mbak Santy?" Tanya gadis itu. Santy kemudian berlari keluar ruangan. Bibirnya bergetar sambil mengingat-ingat kejadian empat tahun yang lalu."Bimo. Empat tahun yang lalu. Mall Sri ratu. Semarang." Kata-kata itu terus terngiang di pikiran Santy. Santy kemudian mengeluarkan ponselnya. Membuka tutup baterainya dan membuang kartu perdana dalam ponsel itu.
Oleh: Tri Niasih Ati :)