Senin, 30 Agustus 2021

I don't know

I don't know, I keep say sorry. I don't know for who. Maybe for myself.

I just want to cry. Angers and sadness mixed in one place : My brain. My heart so soft and fragile. I cannot tell the differences between lies and facts. Fraud or sincerity. I found it goddamn hurt!

I cried and cried, tried my best to forget. But harder I try, harder this thing hit me down. Or I just cannot end well what I've started? Oh Trini! How dare you! You stupid and crazy! Now you have to face the concequences!

I pulled up myself to the edge of facts and feeling. I don't give a damn! But I am addicted. Should I stop? Now I am questioning myself, "what do you want?".


My head is spinning. I assume everything. I browsed all the facts, then my feeling start to play with me. Oh come on! Not now!!!


Maybe I just need sometimes. I don't know what I should do, back off or walk on it. Just give myself space and time to think. I enjoy the pain. I don't know until when. I don't really now.

Kamis, 26 Maret 2020

Sedikit cerita di tengah wabah

Hidup itu ga melulu cinta-cintaan.

Hari ini adalah salah satu rangkaian hari dimana seluruh dunia panik dan lockdown karena sebuah Virus. Virus ini di deteksi pertama kali dari Wuhan, China. Virus yang menyerang paru-paru dan melemahkan tubuh ini menyebar SANGAT CEPAT ke seluruh dunia. Banyak kematian yang terjadi juga. WHO sudah menisbahkan kasus ini menjadi pandemik global. Seluruh dunia panik. Pemerintah seluruh negara meminta warganya untuk menjaga jarak, tidak banyak keluar rumah, menjaga higienitas diri dan tempat tinggal, dan lain-lain. Orang-orang yang paling rentan terkena virus ini adalah orang-orang tua dan orang-orang yang punya penyakit paru.

Salah satu sebab meledaknya kasus penyakit ini adalah banyak warga yang tidak mendengarkan perintah pemerintah. Mereka tetap mengadakan pertemuan besar, berkumpul di tempat umum dan tidak menjaga diri mereka.

Setelah virus ini mewabah secepat kilat dan banyak korban berjatuhan, banyak negara-negara melakukan lockdown. Dunia mulai chaos. Maskapai-maskapai penerbangan banyak membatalkan jadwal penerbangannya. Bahkan menutup layanannya hingga waktu yang belum ditentukan. Kepanikan-kepanikan terjadi di mana-mana. Jangankan untuk kembali ke negeri asalnya, keluar dari negara yang sekarang dia tempati pun sulit. Ada yang tertahan di negara transit mereka. Setiap negara transit sudah mulai meminta sertifikat negatif virus Corona sebagai salah satu syarat kelengkapan dokumen keimigrasian.

Sedih bukan main ketika negara sendiri tidak siap "menyambut" datangnya virus itu. Tidak bisa memilih, virus itu sudah ada di Indonesia. Korban berjatuhan. Kontroversi banyak terjadi. Kepanikan untuk menimbun alat-alat pertahanan (sanitasi) diri banyak terjadi. Kekosongan masker bedah, alkohol dan pencuci tanganpun tak terelakan. Seakan tidak belajar dari negara-negara yang warganya "bandel" dan menganggap remeh virus itu hal yang seenteng flu, Indonesia pun begitu. Masih banyak pertemuan-pertemuan di tempat umum atau pertemuan yang melibatkan banyak orang masih terjadi. Hal yang paling sedih, ketika keluarga kamu bagian dari itu. Orang tua kamu sudah berumur. Punya penyakit dalam paru dan diabetes. Kamu di negara lain waswas. Kalau terjadi apa-apa bagaimana? Jangankan untuk kembali ke tanah air, keluar dari negara yg di tempati pun sulit dan hampir tidak mungkin. Kamu hanya bisa berharap tidak terjadi apa-apa di negeriku sana...

Hal lain, mungkin masalah cinta-cintaan juga masih mewarnai hidup. Warnanya bisa macam-macam. Bisa hitam dan pekat.

Tanzania,


:(:


Minggu, 08 April 2018

Ketika aku dikhianati, maka aku...

Bukan sesuatu yang menyenangkan bila kepercayaan kamu dikhianati. Jika kamu mampu, kuat dan harus, maka keluarlah dari hal itu. Pergi dan tinggalkan yang membuat kamu marah dan sedih. Kumpulkan kekuatan dan cari dukungan, bila kamu ingin sekali pergi tapi belum berani beranjak.

Namun lain ceritanya bila kamu punya alasan-alasan tertentu untuk bertahan. Apapun itu. Orang-orang bisa bilang kamu bodoh atau terjebak dalam sesuatu yang salah. Iya, kamu memang bodoh. Kamu sadar itu. Tapi orang lain tidak sadar betapa tidak mungkinnya pergi. Sebenarnya mungkin, hanya kamu tidak ingin. Kamu sedang menjaga hati-hati yang rapuh dan penuh harap. Yang senyumnya ceria ketika kamu tersenyum dan akan merasa tersakiti serta menangis lebih lama jika kamu terluka. Kamu bisa saja pergi untuk mengakhiri semua rasa sakit kamu. Tapi kamu memilih untuk tinggal. Itu risiko kamu. Tapi jangan mengeluh.

Ketika kamu dikhianati, kamu berhak untuk pergi. Untuk lebih bahagia. Karena pengkhianatan itu seperti paku yg diketukkan pada sebuah kayu. Meski telah dicabut, bekasnya tetap tidak hilang. Bertahan seperti apapun, sekuat apapun kamu, kepercayaan tidak seperti dulu. Semanis apapun senyum kamu, tetap hati kamu pernah ada lubangnya.

Saat seperti itu, kamu hanya bisa memilih untuk kuat. Tapi jangan bodoh. Jangan membiarkan orang-orang yang mencintai kamu itu tersenyum oleh kebahagiaan palsu kamu. Kamu sakit kan? Kamu menangis kan? Mereka akan lebih menyesalkan diri mereka yang tidak dapat menemani kamu di saat-saat yg sulit, tidak mampu melindungi kamu dari rasa sakit, tidak tahu kalau mereka adalah alasan kamu bertahan dalam rasa sakit. Bukan keluar dari rasa sakit. Pada akhirnya, mereka yang benar-benar mencintai kamu akan sulit menelan karena air mata mereka tertahan di tenggorokan. Merasakan tajamnya perih yang kamu tanggung untuk mereka. Jika mereka benar-benar mencintai kamu, mereka akan menyesal membiarkan kamu berlarut-larut dalam kesedihan.

Jika kamu masih dalam pertahanan diri untuk tetap kuat dalam masalah ini, kamu merasa percuma marah, merasa pasti akan berulang dan akan merusak segala mimpi-mimpi mereka, maka yakinkan dirimu, ini bukan kebodohan. Ini keikhlasan. Ini pilihanmu.

Jika kamu masih belum yakin untuk pergi, dengan segala alasan yang otak kamu bilang, kamu belajar dulu memaafkan diri kamu. Memaafkan kamu yang merasa bahwa kamu memiliki banyak kekurangan sehingga wajar saja kamu dikhianati. Memaafkan diri kamu bahwa kamu pemarah. Memaafkan diri kamu karena kamu penyabar. Memaafkan diri kamu karena kamu pemaaf.

Kamu harus yakin, suatu ketika kamu akan mendapatkan apa yang kamu lakukan selama ini. Jika kamu dikhianati pasangan kamu, maka anggaplah dia tidak memiliki level sebagus kamu. Suatu ketika, Tuhan akan beri kamu yang selevel dengan kamu atau malah lebih baik. Jika kamu dikhianati oleh teman kamu, maka kamu akan mendapatkan teman yang lebih baik. Yang setara dengan kamu. Jika kamu dikhianati oleh perusahaan kamu, maka jadilah kunci dan orang penting di sana.

Jadilah yang terbaik untuk diri kamu. Maksimalkan kemampuan kamu. Berbuat baiklah apapun yang kamu dapat. Jadikan dirimu kunci dalam kehidupan kamu dan sekitar kamu. Jadilah penting. Jadilah hebat. Pergilah jika mampu. Jika belum, berdoalah banyak-banyak agar dimampukan. Apapun.

Jika kamu sudah maksimal, sudah bisa menjadi inti, sudah menjadi sangat baik, maka saat perpisahan adalah saat kebebasanmu. Saat di mana kamu mendapatkan sesuatu yg lebih baik. Tapi pada saat yang sama, bagi mereka yang mengkhianatimu, itu adalah saat-saat kehilangan terbesar dalam hidup mereka. Kehilangan orang yang sangat baik dan penuh cinta. Orang yang sangat sabar dan pemaaf. Orang yang penting dan hebat.

Jika memang harus kehilangan, setidaknya bukan kamu yang merasakan.


Ayo bijak!

Selasa, 06 Maret 2018

Mati

Ketika kamu sudah tidak tahan lagi sama keadaan, kamu merasa bahwa mati itu adalah hal terbaik.

Tapi kemudian rasanya akan berbeda kalau kamu orang yang percaya ada kehidupan setelah mati, di mana setiap perbuatan kamu di dunia, di mintai pertanggungjawaban.

Mati seperti apa yang ideal?

Rabu, 11 Oktober 2017

New experience

Apa ini namanya? Setiap membayangkannya atau mengingat atau menemukan hal serupa, badanku gemetar, jemari tangan dan kaki dingin, perut terasa melilit dan tidak bisa tidur. Menangis tidak karuan itu pasti. Apalagi bengong. Hampir dipastikan tiap duduk atau sedang hening. Pasti bengong.

Aku memberanikan diri bercerita kepada beberapa orang terdekat. Mereka responsif. Tapi itu masih belum membuatku tenang.

Salah satu temanku menyarankan agar aku tidak menunda ke psikolog. Dulu, aku tidak berani ke psikolog. Seakan-akan aku memiliki gangguan kejiwaan berat kalau aku ke sana. Tapi sayangnya, kadang orang sekitar ikut mengamini mitos itu. Seringkali, apa yang aku ceritakan pada mereka dianggap hanyalah sisi emosionalku yang berlebihan. Yang kelewat lembek. Mereka tidak  tau, masalah itu memang sangat kecil, tapi bagiku tidak. Aku merasa tidak punya pendukung dan merasa di remehkan.

Untung ada temanku yang menyarankan aku untuk menemui psikolog. Akhirnya Aku ikuti. Aku memberanikan diri bercerita pada beliau. Dan baiklah, aku didiagnosa trauma yang mengakibatkan aku depresi.

Aku perlu beberapa kali berkunjung lagi. Well, setidaknya ada orang yang tidak menganggap remeh ceritaku.

Ini mudah. Seperti kamu sakit kepala dan tidak tahan lagi, makanya kamu ke dokter. Seperti itu saja. Tidak ada sugesti lebih.

Kamis, 07 September 2017

Today's mood

Feel 'lil bit upset and down lately. When you really love something but you seem can not reach it...
Orang-orang bertanya kenapa saya ikut kelas private latihan vokal, jawaban saya mudah : karena saya suka dan saya mau tahu sampai di mana kemampuan saya. Sudah. Segitu aja kok. Saya gak muluk-muluk mau jadi penyanyi atau bersuara bagus. Cukup enak didengar. Seorang teman saya pernah bilang, kalau suaranya biasa saja bisa terdengar lebih enak kalau tepat nada dibandingkan yang suara merdu tapi tidak pitch. Maka jadilah saya ikut kelas latihan vokal.
Selama latihan vokal, guru vokal saya meyakinkan saya bahwa suara saya punya ciri khas dan ada bakat untuk merdu. Namun saya perlu sangat banyak berlatih sendiri. Karena latihan di kelas waktunya terbatas. Dan beliau bilang, jangan menyerah.
Setelah beberapa bulan saya ikut kelas latihan vokal, saya merasa ada kemajuan. Dari yang buta nada, jadi sedikit melek nada. Kata guru vokal saya, kekurangan saya adalah tidak pitch saat bernyanyi. Musik pengiring tidak selaras dengan vokal saya. Saya berlatih untuk terus bisa seperti yang beliau maksudkan. Sulit. Susaaah... Saya tidak punya basic musik. Guru vokal saya benar-benar sabar untuk melatih pendengaran saya supaya bisa menyelaraskan apa yang saya dengar dengan vokal yang saya produksi. Demi Tuhan... Sulit. Kadang saya pitch kadang kalau juga melenceng.
Teman-teman kantor saya sering jadi korban. Saya suka bernyanyi di kantor. Hahahaha mereka diam saja, entah saya memang menghibur atau mengganggu. Tapi kata salah satu rekan saya, suara saya menjadi lebih mendingan dibandingkan sebelumnya. Saya bersyukur ada yang memperhatikan. Meskipun dia tidak memuji. Setidaknya saya tau perkembangan saya.
Tapi tidak belakangan ini. Saya merasa ingin menyerah saja. Meskipun berkali-kali guru vokal saya meyakinkan saya bahwa saya masih belajar dan tak perlu khawatir. Karena banyak orang berlatih bertahun-tahun bahkan penyanyi profesional sekalipun. Untuk meyakinkan itu, saya mencoba mengajak beberapa teman saya yang bisa memainkan alat musik untuk bergabung dalam project saya sebelum saya ikut suami ke luar negeri untuk bekerja.
Tapi sekali lagi, saya seperti ingin menyerah. Saya seperti tidak mendapat penghargaan atau dukungan dari orang terdekat. Saya berfikir, saya memang tidak berbakat. Lebih baik saya menyerah saja. Lagipula, apa gunanya saya latihan vokal kalau tidak berniat jadi penyanyi? Dulu waktu memutuskan untuk ikut kelas vokal, saya punya idealisme bahwa saya memang suka bernyanyi dan saya ingin bisa bernyanyi dengan cara yang benar. Bukan untuk dijual atau dipuji. Kalaupun mendapatkan kedua hal itu, itu adalah bonus.
Masih mencari semangat...
Entah hanya lelah dan bosan, atau sudah sadar diri...

Sabtu, 26 Agustus 2017

Teman

I am f*ing sleepy, but my eyes in full power af.



Jadilah berlanjut untuk randomly search blog apa aja. Nemulah ke sebuah blog yang penulisnya (dan terlihat dari tulisannya) adalah seorang yang kalem, pemikir tapi cerewet dalam ide. Semakin kebawah-bawah, sepertinya dia menulis di blog itu hanya untuk menumpahkan isi pikirannya yang terlalu cerewet tapi bukan kepribadiannya berkata-kata banyak lewat suara. Melainkan lewat aksara saja.


Sebenarnya, sama seperti tulisan-tulisan di blog ini. Sebuah tempat rahasia yang terbuka. Hanya yang peduli dan yg penasaran yang tahu tempat ini.

Hampir semua orang (nyaris 90%) tidak percaya sebenarnya saya ini orang yang tertutup dan pemalu. Ya. Saya.

Dalam bergaul, saya cukup talkative dan sering melempar jokes ngasal untuk mencairkan suasana.

Semakin kedalam, saya memilih teman-teman dekat untuk saya ajak bicara masalah agak serius. Seperti masa depan, pendidikan, atau gosip orang-orang sekitar. Orang-orang ini ada di lapis kedua terluar dari lingkaran kepercayaan saya.

Masuk ke dalam lagi, dari lapis kedua tadi, ada beberapa yang masuk seleksi teman baik yang saya jadikan tempat berbagi banyak hal. Terutama tentang pasangan. Teman-teman inilah yang kalau sudah bertemu dan ngobrol lama-lama tapi masih kuat telpon lebih dari sejam setelah pertemuan. Intensitas bertemu dengan mereka lebih jarang tapi lebih lama karena biasanya begitu saya ada masalah, saya langsung menghubungi mereka meskipun tanpa harus bertemu.


Lapis yang lebih dalam, saya memilih orang-orang terbatas. Orang-orang tempat saya bercerita sebagianbesar masalah hidup saya. Hampir semua. Termasuk terbuka masalah keluarga atau hal-hal yang tidak bisa saya ceritakan kepada orang lain. Saya menyebut mereka One call away comrades. Mereka-mereka ini levelnya sudah setara keluarga untuk saya. Pertemuan kadang intens kadang mendadak. Tergantung seberapa butuh dan rindunya kepada mereka. Kapanpun mereka minta saya mendengarkan cerita mereka, saya pasti pasang panca indera untuk tau cerita mereka. Mereka benar-benar orang-orang terbaik. Mereka ikhlas. Tidak menghakimi dan berpikiran terbuka. Kadang ada yang ekstrim dan frontal sih. Tapi logika dan perasaan sama-sama ditimbang. Mereka istimewa. Saya tidak suka menceritakan masalah keluarga kepada siapapun. Sama sekali tidak suka. Termasuk kepada mereka. Namun ada hal-hal di mana saya tidak tahan diam maka saya akan datang pada mereka.


Lapis terakhir, kepercayaan saya untuk tahu seberapa saya suka, benci, dendam dan cinta. Yang tahu saya tersenyum ikhlas dan perilaku saya sedang tidak berdrama atau sekedar mencoba menghindari masalah, cuma satu. Yang saya percaya tanpa ragu tiada khianat. Meskipun saya seringkali berkhianat dan pada akhirnya saya kembali mengemis-ngemis agar saya tidak dibenci atau dilupakan. Satu-satunya tempat lari dan bersedih. Seberapa dalam luka atau seberapa sayangnya hati saya terhadap sesuatu/seseorang, hanya Dia. Iya. Dia. Tuhan.


Tri