Jadi perempuan itu harus kuat.
Hari ini saya datang lebih pagi. Seperti biasa rute transportasi saya menuju kantor itu adalah dengan berjalan kaki menuju Stasiun Pondok Cina kemudian menaiki kereta. Turun di Stasiun Tanjung Barat dan melanjutkannya dengan transportasi umum berbasis online. Saya menunggu beberapa saat sampai ada pengendara yang menelepon. Beberapa saat saya melihat layar ponsel, saya berfikir ulang untuk membatalkan pesanan dan mencari pengendara baru. Tidak berapa lama, ponsel saya berdering. Suara seorang wanita ada di seberang sana. Dia bilang, dialah pengendara yang akan mengantar saya ketempat tujuan saya. Setelah menutup telepon, saya menjadi penasaran. apakah saya salah lihat. Sebab yang tertera di layar ponsel saya itu adalah nama yang biasa digunakan untuk laki-laki. Terutama ada nama "Putra". Tapi kemudian saya berfikir positif. Mungkin memang orang tuanya memiliki maksud lain memberinya nama seperti itu.
Ketika tiba, pengendara itu meminta maaf dan berkata "Maaf ya, Mbak. yang ada di akun itu nama suami saya. Nanti mohon dikasih bintang 5 aja ya." saya sih tidak mengapa. Malah lebih nyaman dengan pengemudi wanita. Tidak seperti yang sering dicibir orang. Dia mengendarai motor dengan baik, benar dan tidak lambat. Semuanya pas. Dia sangat ramah. Namun tidak mencoba sok kenal-sok dekat dengan mengobrol pajang lebar. Semuanya serba pas.
Tapi bukan itu intinya. Bukankah sebenarnya tidak dilarang bilamana wanita melamar pekerjaan menjadi ojek online? Tapi mengapa dia memilih menggunakan/menggantikan suaminya? Saya tidak berani bertanya. Saya hanya menerka-nerka.
Jadi perempuan itu harus kuat. Saya tidak tahu kenapa dia menggantikan suaminya. Mungkin saja suaminya sedang bekerja di luar kota sehingga akun ojek online itu sayang untuk dibuat menganggur. Atau lebih buruk, suaminya sedang sakit atau mengalami sesuatu sehingga harus menggantikannya bekerja. aku jadi teringat pada teman-teman satu kamr kosku. Mereka wanita kuat. Mereka membiayai keluarga mereka di kampung halaman mereka. Bahkan ada yang sedang mengalami musibah, Ibundanya meninggal dunia.
Bagaimana kalau perempuan lemah? Siapa yang akan memeluk anak-anak mereka saat hujan dan rumah bocor. Sedangkan sang ayah sedang pergi ke atas menaiki atap untuk membenahi genteng. Atau saat suami yang pergi jauh karena tugas, pertaruhannya nyawa. Maka perempuan kuatlah yang mengantar anak-anak tidur, sekolah, memasak, mendidik, menggendong, merawat dan sebagainya. Bagaimana tidak perempuan harus kuat? Iya kalau selamanya suami diberikan kesehatan dan umur panjang. Yang lebih parah, iya kalau suami tetap bertanggungjawab dan tetap setia? Kalau tidak?
Bagaimana kamu bercita-cita menjadi perempuan lemah? Kamu harus kuat. Seorang saudara pernah berpesan, "Kesabaran perempuan itu harus lebih luas dari samudera." sampai detik barusan saya baru sadar akan maknanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar