Sabtu, 26 Juli 2014

Menunggu mati?


Seringkali, ketika kau merasa tidak dihargai, tidak diperjuangkan atau tidak mendapatkan sesuatu yg layak. Kau cenderung menyalahkan dirimu sendiri. Bahwa ini adalah kesalahan dan kekuranganmu. Seringkali, kau sudah merasa cukup terhianati meskipun tanpa adanya orang ketiga. Karena kecewanya harapan yang dimuluk-mulukkan tapi pahit diwujudkan.

Seringkali ketika kau sudah berusaha sekuat tenaga, kau berdoa disetiap sujud, tapi kau dipukul mundur oleh kalimat "realistis saja".
Apa gunanya tujuan? Apa fungsi harapan? Apa yang selama ini dipertahankan?
Kau berlari sendiri. Ya... Sendiri... Dengan satu kaki.
Kau menangis, tanpa ada yang peduli. Kau meraung, memohon, bahkan mengiba. Tapi tidak ada secuilpun rasa yang kemudian tergugah. Lalu untuk apa?

Sepertinya kau menunggu waktu, kawan. Waktu untuk kau mati. Tenang saja. Kau bukan beban. Makanya kau tak ada yang menangisi. Percuma kau menangis. Beberapa orang menganggap hal ini kemerdekaan.
Tenggorokanmu tercekat oleh kecewa yang tak bisa naik dan keluar sebagai air mata.
Apa kau lihat-lihat kemari? Kau mau mati?

Matilah! Kau sendiri saja tidak mengasihani diri sendiri. Bagaimana orang lain hendak kau mintai hati nurani?

Tidak ada hasil besar tanpa keputusan besar. Putuskan saja. Berhenti atau mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar