Cukuplah bagiku Alloh...
Aku masih terisak dan tersiksa. Sampai aku tertidur dan kemudian terbangun oleh rasa sakit yang menyesakkan.
Pikiran buruk macam apa ini! Tidak juga tersudahi rasa sakit yang merejang kegembiraan.
I'm not that important.
Lelehan air hangat terus mengalir biarpun bola matanya sudah memprotes rasa perih dan kelopaknya sudah menebal.
Dalam
kubikel kecil yang disebut kamar dan dalam kungkungan persegi panjang
empuk bernama kasur, aku merasakan sebuah dunia hampa udara. Sesak.
I'm not that important.
Dunia
ini terlalu besarkah untuk seorang yang meringkuk dikamar tanpa
terpikirkan perasaannya? Atau terlalu banyak orang hebatkah sehingga
tidak ada keistimewaan yang bisa kuselipkan mengenai namaku?
Mungkin
sejarah teralu panjang untuk kukutipkan sepenggal ceritaku. Mungkin
juga masa depan terlalu jauh untuk kejar dengan lari. Atau mungkin tidak
ada tempat untuk orang yang sedikit iri hati ini?
I'm not that Important.
Aku kemudian keluar. Melihat sebuah kotak elektronik yang dapat menayangkan gambar bergerak dan bersuara.
Seseorang
dengan sebuah alat yang didorongnya. Bentuknya seperti gerobak. Tapi
itu alat bantu berjalannya. Kedua kakinya tidak menapak sempurna.
Sebelah kanan membengkok kekiri, begitu juga sebaliknya.
Dia berjalan tertatih. Sulit sekali sepertinya.
Kepalanya
terangguk-angguk tak tentu. Tanpa dia sengaja pastinya. Setiap dia
bicara, perlu energi besar untuk mengeluarkan kata-kata agar jelas
didengar. Tak jarang, dia harus mengulangi kalimat itu karena lawan
bicaranya tidak mengerti apa yang dia maksud. Dia tidak cacat. Hanya
saja dia tidak sepertiku. Setelah selesai bercakap dengan dengan lawan
bicaranya, dia mengucapkan hamdalah dan salam tanda dia berpamitan.
Rasanya...
Aku seperti orang yang tidak tahu berterimakasih.
Cukuplah bagiku Engkau, Ya Alloh...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar