Dia, adalah lelaki yang belum pernah kutemui. Banyak sudah cerita yang kudengar tentangnya.
Dia, adalah lelaki yang belum pernah kutemui. Tapi aku rasa, aku sangat menyukainya.
Dia, adalah lelaki yang sama sekali belum pernah kuketahui, tapi mengapa hatiku bisa terpaut padanya?
Dia, adalah lelaki yang telah beristri...
Begitu
kecewanya aku dengan keadaan yang merundungku oleh sekitarku. Serasa
tidak adil atas apa yang telah kulakukan. Apa aku pantas mendapatkan
ini? Oh, tidak! Jangan bilang iya! Aku tidak pernah melakukan hal ini
kepada orang lain. Tapi mengapa aku tidak mendapatkan perlakuan yang
baik? Ya setidaknya setara atas apa yang aku lakukan kepada orang itu.
Marah, kecewa dan sedih memuncak hingga membuat mataku basah dan
tenggorokanku berat hanya untuk sekedar menelan ludah.
Aku
ingin menari hingga kakiku terluka, Aku ingin berteriak hingga suaraku
habis, aku ingin menangis hingga air mataku kering. Tapi aku hanya
menatap nanar keatas langit sambil menggigit pilu.
Sampai pada sebuah cerita tentang seorang lelaki yang membuatku terpaut hati.
Diceritakanlah
oleh seseorang, bahwa ada seorang lelaki begitu berani, kuat dan
tangguh. Betapa tidak dalam pikiranku terbesit dia adalah orang yang
menyeramkan dan menebar ngeri bagi musuhnya. Ya! Itu memang benar!
Suatu
ketika, sebelum lelaki itu meninggal, lelaki itu membuat wasiat kepada
sahabatnya untuk melakukan suatu kebiasaannya. Lelaki itu meminta
sahabatnya untuk memberi makan seorang pengemis tua di ujung pasar.
Tidak hanya sekedar memberikannya makan, tapi juga harus menyuapinya.
Karena pengemis itu begitu tua dan buta.
Sesampainya di
tempat yang telah diwasiatkan oleh lelaki itu, sahabatnya kemudian
duduk di sebelah pengemis tua itu. Pengemis tua itu terus berteriak.
Dari mulutnya keluar kalimat-kalimat kasar yang tidak pantas didengar.
Kalimat-kalimat provokatif yang sungguh membuat hati ingin memukulnya.
Setelah
beberapa suapan, pengemis itu menghentikan makan dan "orasi"nya.
Pengemis itu memegang tangan yang menyuapinya sedari tadi.
"Tunggu sebentar. Kau bukan orang yang yang biasa menyuapiku. Siapa kamu?" Tanya pengemis tua itu.
"Tidak. Aku adalah orang yang biasa menyuapimu, Pak." Kata orang itu.
"Jangan mencoba menipuku! Aku memang buta. Tapi aku tidak mati rasa." Bantah pengemis itu.
"Darimana kau tahu aku bukanlah yang biasa menyuapimu, Pak tua?" Tanya orang itu.
"Orang
yang biasa menyuapiku bertangan lembut. Dia biasa menyuapiku perlahan
dengan makanan yang halus dan sentuhan yang tidak kasar." Lalu terdengar
suara tangis yang tertahan dari sisi sang pengemis itu.
"Mengapa kau menangis? Dimana orang yang biasa menyuapiku? Siapa orang itu?" Tanya pengemis itu agak memaksa.
"Orang
itu adalah Muhammad. Orang yang selama ini kau teriaki sebagai
pembohong besar dan ahli sihir. Beliau sudah tiada. Dan beliau yang
memerintahkanku untuk tetap menyuapimu, Pak Tua..." Desir padang pasir
lebih nyata dibanding riuhnya lalulalang orang sekitar mereka.
Sebuah tangis pecah dan pertobatan terwujud...
Muhammad...
Seorang lelaki yang kuat namun lembut. Seorang lelaki yang tidak
menuntut apa yang telah dia perbuat kepada orang lain agar berlaku sama
pada dirinya.
Muhammad... Seorang lelaki yang begitu ditakuti sekaligus begitu dikagumi.
Muhammad... Seorang lelaki yang belum pernah kutemui, tapi mengapa aku bisa terpaut hati?