Minggu, 24 Juni 2012

Ah! Hanya dunia!


Aku berdiri di dekat jendela dilantai 3 ini. Setahun yang lalu aku berdiri didekat jendela kaca dari lantai 5 dan memandangi orang2 yang lalulalang dibawah seperti tidak punya masalah. Sedang aku berdiri disini, diseberang mereka. Menatap dan mengamati gerak-gerik mereka. Mereka tidak tahu. Mungkin tidak pernah mau tahu. Masalah yang dialami orang lain dan menghakimi kesalahan yang diperbuat orang lain, mendengarkan terlalu banyak perkataan media tak jarang pula ikut bersimpati. Ah! Dunia ini memang penuh kebohongan.
Aku masih menatap mereka dari jendela kaca di lantai 3 ini. Dimana setahun lalu diwaktu yang sama aku berada di lantai 5 namun di tempat dan keadaan yang berbeda. Aku memandangi ada seorang ibu membawa rantang makanan sambil menuntun anaknya memasuki gedung ini. Siapa yang ingin ditemui ibu dan anak kecil itu? Miris dan sungguh setia. Ah! Lagi-lagi dunia. Tidak tahu mengapa orang-orang sebaik mereka bisa datang ketempat ini. Kemudian ada beberapa wartawan dari media sedang berkumpul didepan pintu gerbang.  Identitas mereka terlihat jelas meski dari kejauhan dari peralatan yang mereka bawa. Pakaian seragam tempat bekerja, kamera, mikrofon, name tag, dan buku kecil serta ballpoint kecil disaku mereka. Mungkin akan ada yang mau masuk lagi ke gedung jahanam ini. Ah! Dunia! Siapa penghuni baru disini? Seberapa tenar dan pentingkah orang itu?
Tiba-tiba punggungku ada yang menyentuh sehingga membuyarkan lamunanku, lamunan dipinggir jendela kaca lantai 3 ini.
“Hei! Kerja yang benar! Jangan melamun terus! Sekarang saatnya makan. Istirahat sana!” Wanita berbadan tegap dan besar itu sedikit membentakku lalu menyuruhku untuk pergi ke ruang makan.
“iya, Bu.” Kataku sambil membungkuk.
Lalu temanku merangkul bahuku sambil menenangkanku.
“Kamu dimarahi lagi ya sama Si Mira itu? Ah! Sudah jangan diambil hati. Dia memang terkenal sebagai sipir tergalak disini. Ayo mari makan.” Lalu kami menuju tempat makan dan duduk berdekatan.
“Bagaimana keadaan anakmu?” Tanya temanku.
“oh, semoga dia baik-baik saja. Dia tinggal bersama tantenya.” Dalam hati aku sambil mengaminkan perkataanku tadi kepada temanku. Selama ini bila aku menanyakan keadaan anakku kepada adik iparku itu, dia selalu menjawab baik2 saja. Namun beberapa minggu ini ada yang mengganggu pikiranku. Tetanggaku datang menjengukku dan berkata bahwa dia pernah sesekali lewat rumah adik iparku itu dan melihat anakku sedang dipukuli dengan sapu sambil menyuruhnya mencuci baju. Hatiku teriris. Anakku baru kelas 3 SD sekarang. Disaat aku butuh bantuan, mengapa semua musti terjadi. Bahkan dari keluarga dekat sekalipun. Ah! Dunia!
“Tenang, aku yakin persidanganmu lancar dan kamu bisa bebas dari tempat laknat ini. Kamu tidak bersalah.” Kata temanku menguatkan.
“Amin.” Jawabku singkat. Masih terbayang si Upik anak ku yang masih kecil dan lucu itu. Miris sekali. Berkali-kali aku menjelaskan bahwa aku hanya membela diri dan tidak pernah sengaja melakukan hal itu, tapi dunia tidak percaya. Aku hanya seorang ibu yang hendak mempertahankan kesucian cintanya kepada almarhum suaminya yang hendak direnggut oleh atasannya sendiri diruang kantor yang sepi dimalam hari. Ruang kantor lantai 5. Aku hanya mencoba menjauhkan tubuhnya dariku. Jijik! Aku jijik membayangkannya. Rupanya aku terlalu keras mendorongnya sehingga dia terjengkang ke jendela yang terbuka itu. Dia jatuh! Ya! Jatuh! Dia mati. Biarlah dia mampus! Aku hina mengingatnya lagi. Tapi apa yang terjadi? Aku dituduh telah merencanakan hal ini. Karena aku dianggap menyimpan dendam terhadapnya, sering sakit hati karena dimarahi olehnya, gaji yang tidak sepadan dengan pekerjaan ataupun hal ini itu sampai aku dibilang wanita pelacur yang minta dijadikan istri muda dan dia menolak. Ah! Dunia! Berapa kali aku harus mengeluh tentangmu, dunia? Ah! Dunia ini hanya dunia. Dan aku percaya setiap keajaiban-Mu, Tuhan. Karena dunia ini hanya sebuah dunia. Setiap peristiwa pasti akan ada ujung dan tujuannya. Aku hanya percaya pada-Mu, Tuhan. Karena aku tidak percaya lagi pada dunia. Oh! Dunia! Ah! Hanya sebuah dunia!



Oleh: Tri Niasih Ati :)

Tidak perlu tahu


Andri datang kerumah Mita seusai pulang kerja. Dia membopong sesuatu yang besar dengan tangannya. Dilingkarkan tangannya namun jejarinya tidak dapat saling bersentuhan dan dia perlu beberapa kali memiringkan barang tersebut agar dia dapat melihat jalan didepannya. Besarnya barang tersebut membuat wajah Andri tidak terlihat. Mita keluar dan agak terkejut satu set bed cover berjalan kearahnya dan terhenti tepat didepan pintu rumah.
"Eh! Apaan nih, Ndri?" Tanya Mita pada Andri. Mita tahu itu Andri dari motor yang terparkir didepan pagar rumahnya. Itu milik Andri, Sahabatnya.
"Panci buat bikin presto. Ya, Bed Cover laaah, Mitaaa. Cakep-cakep tapi oneng." Cibir Andri yang masih sibuk menaikkan bed cover yang melorot dari pelukannya.
"Gue tau ini bed cover. Tapi buat apaan? Mau ngekos disini lo? Sorry kagak terima cowok kecuali yang cakep." Jawab Mita
"Udah ah! Minggir dulu! Gue mau masuk. Berat nih!" Lalu Andri mendorong Mita sehingga Mita terpaksa minggir dari bibir pintu.
"Perasaan yang punya rumah gue deh. Kenapa gue yang diusir? Sekarang udah nggak jaman Pria menjajah wanita!" Kata Mita sambil mengikuti arah langkah Andri dan duduk disebelahnya.
"Kompeni kali jajah menjajah! Udah, ayo bantuin gue bungkus ini." Kata Andri sambil duduk dan meletakkan bed cover yang sedari tadi digendongnya.
"Buat apaan sih, Ndri?" Tanya Mita mulai kesal dengan pertanyaan yang sama tapi tidak juga mendapat jawaban.
"Buat dipaketin" KAta Andri singkat sambil mengeluarkan kertas kado dari tas ranselnya.
"Lo punya usaha sampingan yak?" Tanya Mita bingung.
"Usaha apaan?" Jawab Andri masih sibuk dengan bed covernya.
"Ya jadi tukang maketin barang." Jawab Mita sambil memperhatikan gerakan tangan Andri yang sibuk menjamah bed cover itu.
"Ta, pinjem selotip sama gunting dong" Andri kemudian menoleh kearah Mita. Muka Mita mendadak sebal. Bibirnya mencang-mencong menandakan ketidaksukaannya. Mita lalu bangkit kemudian tak lama datang kembali dengan gunting dan selotip pesanan Andri.
"Buat apa dan buat siapa sih, Ndri?" Tanya Mita sambil memberikan gunting dan selotip pada Andri.
"Pegang ini deh, Ta. Tolong." JAwab Andri sambil memegang bungkus kado dan menyodorkan gunting pada Mita.
"Andriiii!!!! Pertanyaan gue nggak dijawab deh!" Kata Mita mulai kesal.
"Ya buat dipaketin, Mita. Nih, Gunting sebelah sini." KAta Andri sambil menunjuk kertas kado yang setengahnya sudah dia pasang rapi ke setengah bed cover tersebut.
"Andri! Gue bunuh diri nih kalo lo ngga jawab pertanyaan gue!" KAta Mita sambil mengambil gunting dan mendekatkan pada lehernya.
"Mita! Yang bener aja lo! Masa mau bunuh diri pake gagang gunting??? Kebalik tuh!" Kata Andri kemudian membetulkan posisi gunting tersebut yang ada dipegangan Mita.
"Andriiii!" Lalu Mita mencubit dan menggelitiki Andri sekenanya. Tawa pun tergelak di ruangan itu.
"Hahahaaa Kalo lo mau bunuh diri, jangan depan gue ya, Ta. Nanti lo malah ngga selamat. Udah ah! Ayo bantuin gue bungkus ini." Kata Andri menyudahi becandaan itu dan kembali sibuk dengan bed covernya.
"Abisnya gue sebel! PErtanyaan gue nggak dijawab-jawab!" Kata Mita kemudian ikut menjamah benda besar itu.
"Ntar kalo mau wawancara ya, Mbak. Saya sibuk." JAwab Andri sambil mengangkat kelima jari kirinya ke hadapan Mita.
"Sok seleb!" Kata Mita kemudian ikut asik menyelimuti benda tersebut dengan kertas kado berwarna hijau.
Setelah setengah jam berkutat dengan benda besar berwarna hijau itu, akhirnya Andri dan Mita menyandarkan dirinya ketembok. Dipandanginya hasil kerja mereka yang penuh tembel sana-sini.
"Jelek banget, Ndri. Nggak bakat lo jadi tukang maketin barang." Kata Mita sambil membolak-balik bed cover hasil kerja keras mereka.
"Lebih parahnya, lo sebagai cewek bukannya ngebenerin kerjaan gue, malah salah ngegunting miring-miring kayak poni ababil" KAta Andri sambil menyibak rambut Mita.
"Ah! Apaan sih lo!" Kata Mita sebal rambutnya berantakan.
"Eh, Lo belom mandi ya, Ta? Ampun deh! Gimana mau dapet cowok lo? Minimal, muka lo tuh dibenerin!" Kata Andri sambil melongok melihat wajah Mita.
"Mumpung libur, Ndri. Lagian, hemat air kali. Dalam rangka mencegah global warming." Kata Mita membantah.
"Ta, kalo lo mandi bakalan banyak cowok yang suka sama lo." Kata Andri
"Ngaruhnya apa?" Tanya Mita
"Ya lo cakepan dikitlah. Minimal wangi." Jawab Andri.
"Nah, kan! Nanti kalo gue mandi, bakalan terjadi Gombal Warning kayak barusan." Jawab Mita.
"Aahahhaa" Andri kemudian tertawa dan mengacak-acak rambut Mita.
"Andriiii! Lepasin ah!" Kata Mita menyingkirkan tangan Andri dari kepalanya.
"Buruan mandi sana! Anterin gue yuk. Gue mau kirim ini lewat jasa pengiriman paket." Kata Andri meminta pada Mita.
"Ngapain pake mandi? Hayuk ajalah kita berangkat sekarang." Jawab Mita.
"Etdah! Kali aja ada cowok siwer bilang lo cakep karena lo wangi. Jadinya lo bisa boongin dia buat jadi cowok lo." Kata Andri sambil mendorong-dorong bahu Mita.
"Au ah!" Kata Mita yang akhirnya beranjak dari tempat duduknya.
"Nah gitu donk. Kan kalo lo punya cowok enak. Gue kagak perlu khawatir lo nyasar2 atau kelaperan dimana gitu. Jadinya gue gak perlu jemput lo." KAta Andri sambil tersenyum melihat Mita berdiri.
"Kagak ikhlas lo ya? Lagian, gue kagak butuh cowok!" Kata Mita menoleh kepada Andri dan kemudian berjalan menuju kamar mandi. "Lagian gue gak butuh cowok selama ada lo, Ndri..." Mita berbicara lirih membelakangi ANdri.
Kemudian mereka menuju tempat jasa pengiriman paket dengan menggunakan motor Andri. Gerimis pun mulai membasahi kota Bekasi. Andri mempercepat laju motornya untuk segera mencapai tujuan agar hasil karyanya tidak rusak oleh hujan. Sesampainya disana, Andri menulis di secarik kertas nama pengirim dan  alamat yang akan dikirimkan.
"Eh eh, bentar! Kok nama pengirimnya gue sih? Kan lo yang mau ngirim." Mita terkejut ketika Andri memasukkan namanya sebagai pengirim. Lalu Andri tersenyum dan menunjukkan kepada siapa benda itu dikirim.
"Ratih? Ini buat Ratih? Kok?" Mita tambah bingung.
"Iya, Ta. Maaf gue pake nama lo. Ini buat Ratih, seminggu yang lalu dia nikah." Kata Andri kemudian tersenyum lagi, namun matanya sayu.
"Apa??? Ratih nikah??? Kok bisa??? Lo kan... Dia kan..." Mita sulit berkata-kata
"Please ya, Ta. Boleh kan gue pinjem nama lo. Gue gak mau Ratih tau gue yang kirim ini." Kata Andri melembut.
"Tapi kenapa ngga nama lo aja?" Tanya Mita kepada Andri.
"Lo tau kan perasaan kami berdua gimana. Tapi ya kami ngga bisa aja bersatu. Please ya, Ta. Jangan tanya apa-apa lagi. Gue seneng kok kalo dia bahagia." Kata Andri kemudian pergi membayar tagihan pengiriman tersebut.
Tak berapa lama kemudian Andri kembali pada Mita. Kemudian Andri mengantar Mita pulang. Hujan makin deras mengguyur Bekasi pada sore itu. Sesampainya dirumah Mita, mereka duduk di ruang tamu. Mita pergi ke dapur dan menyeduhkan 2 gelas teh manis hangat dan kembali pada Andri sembari memberi Andri handuk untuk mengeringkan kepalanya. Mita kembali duduk disebelah Andri.
"Kenapa lo ngga cerita, Ndri?" tanya Mita kepada Andri dengan sedikit lirih. Andri hanya tersenyum tanpa menjawab apa-apa.
"Jadi, cuma buat ini lo pulang cepet dari kerjaan lo? Ujan-ujan kerumah gue dan..." Mita tidak melanjutkan perkataannya karena kemudian Andri menoleh padanya. Wajahnya terlalu sendu untuk dipandang. Mita tidak tahu harus bagaimana. Entah mengapa Mita juga merasakan sakit yang dirasakan Andri. Tidak tahu mengapa. Perih sekali rasanya melihat Andri seperti itu. Marah dan sedih menjadi satu.
"Ta, bantuin gue ya. Bantuin gue lupain Ratih. Bantuin gue, Ta." Andri pun menunduk. Mita tidak tahu harus berbuat apa. Mita hanya dapat mengelus-elus bahu Andri dan menggenggam tangannya tanda peduli.
"Cukup gue yang tahu rasa sayang gue sama Ratih kayak gimana, Ta. Bahkan Ratih pun gak perlu tahu. Gue ikhlas. Gue pengen dia bahagia. Makasih, Ta. Makasih... Maafin gue udah ngerepotin lo." Lalu Andripun menyandarkan kelapanya di pundak Mita.
"Iya, Ndri. Gue ngerti perasaan lo..." Kata Mita merangkul Andri."Dan lo juga gak perlu tahu kalo gue sayang sama lo, karena gue ikhlas sayang sama lo. Gak perlu pamrih atau balas..." Mita berkata dalam hati. Dan hujan melarutkan keheningan dua orang sahabat yang memiliki perasaan yang sama dalam keadaan yang berbeda. 



Oleh: Tri Niasih Ati :)