I am f*ing sleepy, but my eyes in full power af.
Jadilah berlanjut untuk randomly search blog apa aja. Nemulah ke sebuah blog yang penulisnya (dan terlihat dari tulisannya) adalah seorang yang kalem, pemikir tapi cerewet dalam ide. Semakin kebawah-bawah, sepertinya dia menulis di blog itu hanya untuk menumpahkan isi pikirannya yang terlalu cerewet tapi bukan kepribadiannya berkata-kata banyak lewat suara. Melainkan lewat aksara saja.
Sebenarnya, sama seperti tulisan-tulisan di blog ini. Sebuah tempat rahasia yang terbuka. Hanya yang peduli dan yg penasaran yang tahu tempat ini.
Hampir semua orang (nyaris 90%) tidak percaya sebenarnya saya ini orang yang tertutup dan pemalu. Ya. Saya.
Dalam bergaul, saya cukup talkative dan sering melempar jokes ngasal untuk mencairkan suasana.
Semakin kedalam, saya memilih teman-teman dekat untuk saya ajak bicara masalah agak serius. Seperti masa depan, pendidikan, atau gosip orang-orang sekitar. Orang-orang ini ada di lapis kedua terluar dari lingkaran kepercayaan saya.
Masuk ke dalam lagi, dari lapis kedua tadi, ada beberapa yang masuk seleksi teman baik yang saya jadikan tempat berbagi banyak hal. Terutama tentang pasangan. Teman-teman inilah yang kalau sudah bertemu dan ngobrol lama-lama tapi masih kuat telpon lebih dari sejam setelah pertemuan. Intensitas bertemu dengan mereka lebih jarang tapi lebih lama karena biasanya begitu saya ada masalah, saya langsung menghubungi mereka meskipun tanpa harus bertemu.
Lapis yang lebih dalam, saya memilih orang-orang terbatas. Orang-orang tempat saya bercerita sebagianbesar masalah hidup saya. Hampir semua. Termasuk terbuka masalah keluarga atau hal-hal yang tidak bisa saya ceritakan kepada orang lain. Saya menyebut mereka One call away comrades. Mereka-mereka ini levelnya sudah setara keluarga untuk saya. Pertemuan kadang intens kadang mendadak. Tergantung seberapa butuh dan rindunya kepada mereka. Kapanpun mereka minta saya mendengarkan cerita mereka, saya pasti pasang panca indera untuk tau cerita mereka. Mereka benar-benar orang-orang terbaik. Mereka ikhlas. Tidak menghakimi dan berpikiran terbuka. Kadang ada yang ekstrim dan frontal sih. Tapi logika dan perasaan sama-sama ditimbang. Mereka istimewa. Saya tidak suka menceritakan masalah keluarga kepada siapapun. Sama sekali tidak suka. Termasuk kepada mereka. Namun ada hal-hal di mana saya tidak tahan diam maka saya akan datang pada mereka.
Lapis terakhir, kepercayaan saya untuk tahu seberapa saya suka, benci, dendam dan cinta. Yang tahu saya tersenyum ikhlas dan perilaku saya sedang tidak berdrama atau sekedar mencoba menghindari masalah, cuma satu. Yang saya percaya tanpa ragu tiada khianat. Meskipun saya seringkali berkhianat dan pada akhirnya saya kembali mengemis-ngemis agar saya tidak dibenci atau dilupakan. Satu-satunya tempat lari dan bersedih. Seberapa dalam luka atau seberapa sayangnya hati saya terhadap sesuatu/seseorang, hanya Dia. Iya. Dia. Tuhan.
Tri
Tempat curhat terbuka yang rahasia. Hanya yang peduli dan yang penasaranlah yang tahu. Kamu yang mana?
Sabtu, 26 Agustus 2017
Jumat, 25 Agustus 2017
Apa itu bahagia?
"Tapi kamu bahagia gak?"
Pernah gak ada orang bertanya seperti itu ke kamu? Terus kamu jawab apa?
Pernah gak kepikiran definisi bahagia itu apa?
Sampai detik ini saya masih belum bisa mendefinisikan bahagia itu apa. Saya pernah memposting tulisan tentang kebahagian juga sebelumnya. Tapi akhir-akhir ini saya kepikiran tentang sebenarnya apa sih itu bahagia. Dulu, ketika saya sedang bersama seseorang, saya pernah mengeluhkan sikapnya terhadap saya kepada teman saya. Lalu teman saya bertanya pada saya, "Tapi lu bahagia gak sama dia?"
Saya langsung bingung mendefinisikan bahagia itu apa. Saya tidak berani menjawab apa-apa.
Lalu saya mulai dapat mendekati definisi bahagia. Hmmm... hanya mendekati. Saya mendapat definisi ini dari teman kerja saya, Riska Mulyadi namanya. Yang kemudian arti bahagia tersebut saya kaitkan kepada pengalaman saya yang lalu-lalu.
Riska pernah bilang, "Gue sebenernya udah gak betah kerja di sini. Udah gak jelas blaablaablaa... *Sensor*"
Kemudian dia melanjutkan, "Tapi yang bikin gue bertahan adalah kalian. Di sini (Maksudnya tempat makan siang-Red) gue bisa cerita-cerita, ketawa-ketawa, terus ngadepin masalah sama kalian-kalian ini. Suasana ini yang belum bisa kebeli sama gaji gede yang ada di perusahaan lain."
Dari situ saya menyetujui perkataannya. Bahwa bahagia itu kenyamanan. Bukan tidak pernah kami saling menyakiti, tapi entah kenapa kami tetap nyaman berteman. Bisa dibilang kepercayaan itu mengambil bagian yang cukup besar dari kenyamanan yang pada akhirnya saya definisikan sebagai bahagia.
Bukan hanya sekedar tertawa atau bekerja bersama, tapi kenyamanan itu hasil dari kepercayaan yang diolah bersama dengan proses tawa-kecewa-sedih yang kemudian mendatangkan rasa "betah" untuk berlama-lama dan bertahan. Fondasi kebahagiaan menurut saya adalah kepercayaan. Mengapa? Apakah kamu mau menjalin hubungan (pertemanan, bisnis atau keluarga) tanpa didasari rasa percaya?
Bahkan, membuat akad (perjanjian) juga berlandaskan kepercayaan kan? Kamu percaya lawan main kamu itu akan menepati janjinya dalam kerjasama ini. Lalu kalau kamu sudah tidak percaya dia? Apa kamu masih mau menjalankan kerjasama dengannya? Kalau sudah terlanjur kerjasama, apa hati kamu akan tenang tanpa kepercayaan? Kalau hati kamu tidak tenang kan kamu tidak bahagia.
Jadi, apa sih bahagia itu sebenarnya?
Tri Niasih Ati
Saya langsung bingung mendefinisikan bahagia itu apa. Saya tidak berani menjawab apa-apa.
Lalu saya mulai dapat mendekati definisi bahagia. Hmmm... hanya mendekati. Saya mendapat definisi ini dari teman kerja saya, Riska Mulyadi namanya. Yang kemudian arti bahagia tersebut saya kaitkan kepada pengalaman saya yang lalu-lalu.
Riska pernah bilang, "Gue sebenernya udah gak betah kerja di sini. Udah gak jelas blaablaablaa... *Sensor*"
Kemudian dia melanjutkan, "Tapi yang bikin gue bertahan adalah kalian. Di sini (Maksudnya tempat makan siang-Red) gue bisa cerita-cerita, ketawa-ketawa, terus ngadepin masalah sama kalian-kalian ini. Suasana ini yang belum bisa kebeli sama gaji gede yang ada di perusahaan lain."
Dari situ saya menyetujui perkataannya. Bahwa bahagia itu kenyamanan. Bukan tidak pernah kami saling menyakiti, tapi entah kenapa kami tetap nyaman berteman. Bisa dibilang kepercayaan itu mengambil bagian yang cukup besar dari kenyamanan yang pada akhirnya saya definisikan sebagai bahagia.
Bukan hanya sekedar tertawa atau bekerja bersama, tapi kenyamanan itu hasil dari kepercayaan yang diolah bersama dengan proses tawa-kecewa-sedih yang kemudian mendatangkan rasa "betah" untuk berlama-lama dan bertahan. Fondasi kebahagiaan menurut saya adalah kepercayaan. Mengapa? Apakah kamu mau menjalin hubungan (pertemanan, bisnis atau keluarga) tanpa didasari rasa percaya?
Bahkan, membuat akad (perjanjian) juga berlandaskan kepercayaan kan? Kamu percaya lawan main kamu itu akan menepati janjinya dalam kerjasama ini. Lalu kalau kamu sudah tidak percaya dia? Apa kamu masih mau menjalankan kerjasama dengannya? Kalau sudah terlanjur kerjasama, apa hati kamu akan tenang tanpa kepercayaan? Kalau hati kamu tidak tenang kan kamu tidak bahagia.
Jadi, apa sih bahagia itu sebenarnya?
Tri Niasih Ati
Langganan:
Postingan (Atom)