Siapapun dia, dia hanya orang yang manis dan masih terlihat manja. Dia hanya seorang yang lancar membacakan rumus-rumus dan pembahasannya. Dia hanya manusia biasa. Biasa.
Aku mendengar sekilas kehebatannya. Bahkan kekurangannya. Dia hanya manusia biasa. Aku rasa, biasa saja. Biarpun dia lebih hebat dariku.
Seiring waktu berjalan, aku tidak bilang ini cinta. Bukan. Eh, belum. Mungkin. Sesekali mataku menangkap senyumnya yang manis. Tapi tetap manja. Awalnya biasa saja sampai aku beberapa kali menangkap senyumnya yang tulus dan terlepas begitu saja. Dia begitu cerdas, begitu berprestasi. Pula masih begitu biasa saja untuk dikagumi.
Entah bagaimana tetiba dia masuk ke dalam mimpi. Mimpi acak yang bahkan ketika aku membuka mata, aku perlu bertanya-tanya "kenapa harus dia? Kenapa mimpinya begitu?". Sebuah mimpi di mana aku hanya menggoda sensitifitasnya dengan mengatakan bahwa dia tidak dapat jatah makanan pengajar hari ini, kemudian dia mengejarku yang sedang membawa beberapa nasi kotak. Cukup. Hanya itu yg bisa aku ingat dari mimpiku semalam.
Hari ini, aku tidak berani menangkap senyumnya bahkan lewat cermin sekalipun. Kaku. Rasanya tidak mau lagi melihat senyum itu. Bukan karena senyum itu telah kehilangan rasa "manis"nya, hanya saja aku yang kehilangan kendali bila aku melihatnya lagi. Semua masih biasa saja. Masih bercanda. Namun satu hal yang berbeda, tiap dia mulai mengembangkan bibirnya hingga barisan giginya yang rapi mulai terlihat, aku tertawa sambil memalingkan muka. Masalahnya kami sedang tidak berdua. Kami beramai-ramai dengan teman lainnya. Aku tidak mau kalau-kalau mukaku memerah kemudian jadi bahan tertawaan.
Beberapa waktu, kami lalui berdua karena pengajar lainnya sedang ada urusan. Aku kaku. Kaku karena takut dan ngeri. Ngeri terhadap debar perasaanku sendiri. Untung saja, ponsel pintarnya menolong keadaan kami. Dia dibuat asik oleh ponsel pintarnya. Kami hanya bertukar beberapa tema obrolan sesekali. Sisanya, kami lalui waktu berdua dengan ponsel kami. Dia dengan aktifitas di ponselnya, dan aku bersama ponselku dengan kegiatan yang mengada-ada supaya terlihat asik dan sibuk sendiri seperti dia.
Tidak lama para pengajar lain datang, kemudian suasana mencair. Hatiku mencair. Menyenangkan sekali rasanya tertolong supaya detak jantung ini tidak secepat tadi. Aku hanya takut dia tiba-tiba bisa mendengar detak cepat jantungku karena aku merasa sangat terganggu oleh kecepatannya yang bertambah ketika dia tersenyum.
Dia kelelahan. Dia merebahkan badannya kemudian tertidur. Sambil berbincang dengan pengajar-pengajar lain, aku sesekali mencuri pandang kepada wajah lugunya. Aku pikir, aku akan berani memandang wajahnya karena dia tidak akan tersenyum sambil tidur. Hhmmm... Mungkin. Tapi nyatanya? Aku juga tidak sanggup berlama-lama menatap wajahnya yang tertidur sekalipun. Tapi aku juga tidak bisa menahan mataku yang ingin mencuri gambarnya untuk disimpan didalam otak, dua menit sekali. Seperti kecanduan.
Semua kebiasa-biasaan tadi benar-benar menjadi terbiasa. Sayangnya, "biasa" itu bukan sesuatu yang biasa. "Biasa" itu menjadi "biasa berdebar lebih cepat bila tidak sengaja bertemu pandang dan dia sedang tersenyum" atau menjadi "biasa kaku tanpa obrolan bila tidak sengaja hanya berdua" bahkan menjadi "biasa mencuri pandang ke arahnya". Menyebalkan!
Masalahnya bukan hanya sampai di situ. Beberapa waktu pernah aku habiskan untuk mencari tahu siapa dia. Oh, Tuhan! Bukan hanya aku saja yang berada dibalik kelabu atau asap yang mengintai kehebatannya. Banyak. Banyak. Selain itu, aku tau kebersamaan ini hanya sementara. Sebentar lagi akan selesai. Semoga saja tidak bertemu lagi. Rasanya seperti berkurang sensasinya bila orang yang kita idolakan tahu bahwa dia sedang diidolakan. Menjadi penggemar rahasia itu sederhana. Sekaligus rumit. Ingin selalu memantaunya tapi tidak ingin diketahui.
Kepada kamu yang memiliki senyum manis dengan gigi yang rapi, tetaplah tersenyum tanpa menoleh ke arahku. Agar aku bisa mengatur tingkah lakuku saat melihatnya.
Kepada kamu yang berwajah lugu saat tertidur kelelahan setelah mengajar, jangan cepat-cepat bangun. Tidurlah yang nyenyak agar kamu tidak sadar sedang dicuri pandang olehku.
Kepada kamu yang punya segudang penggemar, jangan pernah tahu siapa aku, sebagai salah satu penggemar rahasia terdekatmu.